Diagnosis yang akurat dan tepat waktu sangat penting dalam penanganan sifilis. Mengingat gejala sifilis yang sering tidak spesifik atau bahkan tidak terlihat, diperlukan berbagai metode diagnosis untuk mengonfirmasi infeksi. Berikut adalah penjelasan detail tentang metode dan prosedur diagnosis sifilis:

1. Pemeriksaan Fisik

Langkah awal dalam diagnosis sifilis adalah pemeriksaan fisik menyeluruh. Dokter akan mencari tanda-tanda khas sifilis seperti:

  • Luka atau chancre pada alat kelamin, mulut, atau area lain
  • Ruam pada kulit, terutama di telapak tangan dan kaki
  • Pembengkakan kelenjar getah bening
  • Tanda-tanda neurologis jika dicurigai neurosifilis

2. Tes Laboratorium

Tes laboratorium merupakan metode utama untuk mendiagnosis sifilis. Ada dua jenis tes yang umumnya digunakan:

a. Tes Non-Treponemal

Tes ini mendeteksi antibodi yang diproduksi tubuh sebagai respons terhadap kerusakan jaringan akibat sifilis. Dua jenis tes non-treponemal yang sering digunakan adalah:

  • RPR (Rapid Plasma Reagin)
  • VDRL (Venereal Disease Research Laboratory)

Tes ini cepat dan murah, namun dapat memberikan hasil positif palsu. Oleh karena itu, hasil positif pada tes non-treponemal harus dikonfirmasi dengan tes treponemal.

b. Tes Treponemal

Tes ini mendeteksi antibodi spesifik terhadap bakteri T. pallidum. Beberapa jenis tes treponemal meliputi:

  • FTA-ABS (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption)
  • TPHA (Treponema Pallidum Hemagglutination Assay)
  • EIA (Enzyme Immunoassay)
  • CIA (Chemiluminescence Immunoassay)

Tes treponemal lebih spesifik dan tetap positif seumur hidup setelah infeksi, bahkan setelah pengobatan berhasil.

3. Pemeriksaan Mikroskopis Langsung

Pada kasus sifilis primer dengan luka yang masih aktif, dokter dapat mengambil sampel cairan dari luka untuk diperiksa di bawah mikroskop. Metode ini disebut pemeriksaan lapangan gelap (darkfield microscopy) dan dapat mendeteksi keberadaan bakteri T. pallidum secara langsung.

4. Tes PCR (Polymerase Chain Reaction)

Tes PCR dapat mendeteksi DNA bakteri T. pallidum dalam sampel darah atau cairan tubuh lainnya. Metode ini sangat sensitif dan spesifik, namun lebih mahal dan tidak selalu tersedia di semua fasilitas kesehatan.

5. Pungsi Lumbal

Jika dicurigai adanya neurosifilis, dokter mungkin merekomendasikan pungsi lumbal untuk memeriksa cairan serebrospinal. Prosedur ini dapat mendeteksi infeksi sifilis di sistem saraf pusat.

6. Tes Kehamilan

Semua wanita hamil harus menjalani tes skrining sifilis pada kunjungan prenatal pertama dan mungkin diulang pada trimester ketiga atau saat persalinan jika berisiko tinggi.

7. Skrining Pasangan

Jika seseorang didiagnosis sifilis, pasangan seksualnya juga harus menjalani tes dan pengobatan jika diperlukan.

8. Tes Tindak Lanjut

Setelah pengobatan, pasien perlu menjalani tes tindak lanjut untuk memastikan keberhasilan terapi. Ini biasanya melibatkan tes non-treponemal berkala untuk melihat penurunan titer antibodi.

Penting untuk diingat bahwa interpretasi hasil tes sifilis dapat kompleks dan memerlukan keahlian medis. Faktor-faktor seperti riwayat pengobatan sebelumnya, stadium infeksi, dan kondisi medis lainnya dapat mempengaruhi hasil tes. Oleh karena itu, diagnosis sifilis harus dilakukan oleh profesional kesehatan yang berpengalaman dengan mempertimbangkan hasil tes laboratorium, pemeriksaan fisik, dan riwayat medis pasien secara keseluruhan.



Source link