Liputan6.com, Jakarta – Gunung Fuji terletak di dekat pantai Samudra Pasifik di Yamanashi dan Shizuoka ken (prefektur) di pusat Honshu. Gunung ini merupakan destinasi utama Taman Nasional Fuji-Hakone-Izu (1936).

Gunung Fuji juga merupakan pusat situs Warisan Dunia UNESCO yang ditetapkan pada 2013. Umumnya, salju akan menyelimuti puncak gunung ini pada Oktober dan November dan menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.

Namun untuk pertama kalinya sejak 130 tahun, Gunung Fuji tak kunjung memiliki salju di puncaknya. Gunung Fuji sejatinya hampir selalu tertutup salju.

Hanya pada musim hangat dengan suhu tinggi, salju di Gunung Fuji biasanya tidak ada. Meski begitu, saat musim dingin mulai datang, salju akan turun lagi.

Pada Oktober 2024 ini, salju di Gunung Fuji belum kunjung turun. Badan cuaca Jepang melaporkan bahwa sudah setahun Gunung Fuji tidak bersalju.

Melansir laman Badan Cuaca Jepang (JMA) pada Selasa (05/11/2024), salju terdeteksi di puncak Gunung Fuji pada 5 Oktober 2023 lalu. Padahal biasanya, rata-rata salju mulai terbentuk di gunung berapi tersebut pada 2 Oktober.

Fenomena menghilangnya salju di puncak Gunung Fuji bukan pertama kali terjadi. Pada Oktober 1955 dan 2016, Gunung Fuji juga sempat mengalami ketiadaan salju di puncaknya.

Namun, sejak pengumpulan data salju di puncak Gunung Fuji pada 1894, ketiadaan salju dari Oktober 2023 sampai Oktober 2024 ini menjadi rekor baru. Kantor Meteorologi Lokal Kofu menyebut mengatakan bahwa belum adanya hujan salju di Gunung Fuji disebabkan oleh cuaca yang masih hangat.

JMA juga merilis data yang mengungkapkan bahwa perubahan iklim mungkin berdampak pada lambatnya pembentukan lapisan salju di puncak Gunung Fuji. Terlebih, pada musim panas 2024 ini merupakan musim panas terpanas yang pernah tercatat di Jepang.

Suhu rata-rata di Jepang dari bulan Juni hingga Agustus 2024 adalah 1,76 derajat Celsius di atas tingkat normal. Hal ini melampaui rekor sebelumnya sebesar 1,08 derajat pada 2010.

Pada September, suhu terus lebih hangat dari yang diharapkan karena angin jet stream subtropis yang mengarah ke utara memungkinkan aliran udara selatan yang lebih hangat di atas Jepang. Jet stream adalah arus udara yang mengalir cepat yang bergerak mengelilingi planet.

Jet stream terjadi ketika udara hangat dari selatan bertemu dengan udara dingin dari utara. Akibatnya, walaupun musim panas di Jepang sudah lewat dan mulai memasuki musim dingin, udara dingin pun terhalang.

Suhu panas inilah yang telah mempengaruhi turunnya salju. Menurut analisis dari kelompok penelitian nirlaba, Climate Central, Jepang juga akan mengalami suhu hangat yang luar biasa hingga musim gugur.

Setidaknya ada 74 kota mencatat suhu 30 derajat Celsius atau lebih tinggi pada minggu pertama Oktober. Menurut Climate Central, kondisi suhu panas di Jepang ini juga berkaitan dengan gelombang panas ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim, yang melanda banyak wilayah di dunia.

Hilangnya salju Gunung Fuji secara otomatis dikaitkan dengan perubahan iklim. Kurangnya curah hujan salju yang diamati di Gunung Fuji konsisten dengan apa yang diprediksi oleh para ahli iklim di dunia.

 



Source link