Kejadian tersebut membuat hati Rasulullah teramat sakit dan sedih akibat wafatnya Hamzah bin Abu Muthalib pada perang uhud.

Bagaimana tidak? Ketika jenazah pamannya Hamzah bin Abu Muthalib akan kuburkan, Hindun datang dan langsung membuka jenazah Hamzah bin Abu Muthalib dan kemudian dibelah dadanya Hamzah bin Abu Muthalib dan dimakan jantungnya.

Ketika Rasulullah melihat keadaan wafat pamannya seperti itu, tentu rasa sedih yang begitu luar biasa dirasakan oleh Rasulullah SAW. Dan waktu terus berjalan, hingga sampailah pada peristiwa pada tahun 8 hijriah, yakni pada peristiwa Fathu Mekkah (pembebasan kota mekah).

Orang-orang berbondong-bondong untuk memasuki agama Allah, termasuk Wahsyi. Sehingga pada saat itu, Rasulullah pun langsung mengenali Wahsyi lalu bertanya kepadanya:

“Apakah engkau Wahsyi yang telah membunuh pamanku yang bernama Hamzah bin Abu Muthalib”?

Wahsyi pun menjawab sambil menundukkan kepalanya.

“Benar wahai Rasulullah”.

Lalu Rasulullah pun meminta dirinya untuk menceritakan kembali kepadanya, atas kejadian wafat pamannya yang bernama Hamzah bin Abu Muthalib yang telah dibunuh oleh dirinya. Dan Wahsyi pun lalu menceritakan kembali kronologinya kepada Rasulullah. Sehingga pada saat itu, Rasulullah pun teringat kembali atas kejadian itu, hingga membuat dirinya sedih atas wafat pamannya yang bernama Hamzah bin Abu Muthalib. 

Kemudian Rasulullah pun berkata kepada Wahsyi:

“Saya memaafkan engkau wahai Wahsyi, namun saya tidak sanggup untuk memandang wajahmu, karena setiap kali memandang wajahmu, akan teringat pada kejadian perang uhud dulu, maka jauhkanlah wajahmu dari hadapanku selamanya”, ucap Rasulullah.

Maka, dari kisah ini kita bisa belajar, bahwasanya jika kita telah memaafkan seseorang yang telah menyakiti hati kita tapi tidak mau untuk berjumpa itu sangat diperbolehkan dalam Islam. Karena untuk lebih menjaga hati kita, agar tetap bersih dan terhindar dari hal-hal yang mampu mengotori hati kita.



Source link