Liputan6.com, Jakarta – Sampah elektronik semakin menumpuk seiring berbagai hal menjadi serba digital. Namun, tahukah kamu bahwa menyimpan sampah elektronik lama-lama dapat membahayakan lingkungan dan kesehatan

Achmad Gunawan, Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non-B3 Kementerian Lingkungan Hidup, menyampaikan dalam Climate Talk Jumat, 29 Oktober 2024, bahwa sampah elektronik, seperti baterai dan laptop, termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Kategori ini berlaku tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara di seluruh dunia. 

“Sampah ini biasanya berasal dari berbagai sumber, baik industri maupun aktivitas rumah tangga. Dari rumah tangga, limbah ini perlu dikelola dengan baik karena tidak dapat dibuang sembarangan ke tempat sampah biasa,” kata Achmad.

Achmad menekankan, apabila limbah elektronik dihasilkan dari rumah tangga, hal itu perlu dikelola sebagai limbah spesifik. Pengelolaannya merujuk pada Peraturan Menteri LHK Nomor 9 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Sampah yang Mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 

“Ada juga Peraturan Badan Pengelolaan Nomor 27 Tahun 2020 tentang pengelolaan sampah spesifik yang menyediakan tempat khusus (jokboks) untuk limbah elektronik, karena limbah ini tidak boleh dicampur dengan limbah biasa seperti kertas, plastik, atau sisa makanan,” ujarnya.

Achmad menyampaikan bahwa sampah yang dikumpulkan harus segera dibawa ke pengumpul, jika tersedia, untuk pengelolaan yang benar. Pengelolaannya tidak bisa sembarangan, harus dilakukan dengan prosedur yang tepat. 



Source link